Dua Perupa Senior Merdeka Berekspresi Lewat Seni Rupa Abstrak Berkarakter

Sejarah & Budaya187 Dilihat

Jakarta, dialoguejakarta.com – Karakter adalah kata kunci untuk lukisan bercorak abstrak yang bisa menarik perhatian orang untuk menikmati hamparan komposisi bentuk citraan non representasional, saat seni lukis abstrak didominasi karya berupa sapuan kuas citraan non representasional yang seragam. Di tengah kecenderungan ekspresi lukisan abstrak itu muncul dua pelukis yang memberi karakter yang kuat pada karya lukisnya, yakni AR Soedarto (1951) dan Tulus Warsito (1953). Karya mereka ditampilkan lewat pameran bertajuk “Dinamika dalam Diam” di Balai Budaya, Jakarta, 22 – 29 Oktober 2025.

Judul pameran “Dinamika Dalam Diam” mengacu pada karya mereka secara fisik dirancang untuk diam, tapi menghadirkan nuansa gerak. “Karya kami adalah karya statis yang ingin menghadirkan dinamika ruang, gerak, warna, garis maupun titik, dan narasi,” ujar Tulus Warsito.

Sebanyak 31 karya dua dimensi dan tiga dimensi menghadirkan karakter kuat pada karya lukis bercorak abstrak (non representasional) dengan semangat kebebasan berekspresi dalam proses penciptaan karyanya. “Bagi saya melukis abstrak adalah satu pilihan panggilan hati untuk merdeka berekspresi. Merdeka dalam menuangkan ide, kreativitas, inovasi, dan sekaligus motivasi,” kata Soedarto.

Pelukis yang menamatkan pendidikan di Akademi Seni Rupa Nasional Jakarta ini menampilkan karya lukis yang mengeksplorasi brush stroke dengan berlapis-lapis warna dalam komposisi warna cerah sebagai lapisan dasar karya lukisnya lewat seri narasi Enigma of Life. Soedarto menyebut lapisan dasar lukisannya sebagai layer pertama karya lukisnya.

Sapuan dalam komposisi warna cerah itu diimbuhi struktur bentuk berupa kumpulan citraan bentuk titik-titik yang menghasilkan bentuk geometris dan dibagi dalam sejumlah bidang sebagai layer kedua (New Hope, New Spirit, 2023). “Secara emosional karya lukis saya melambangkan euforia rasa bahagia, kehangatan, gembira dan kemenangan,” ujar Soedarto.

Layer kedua itu berupa ornamen raster dengan berbagai warna yang bertumpuk, digarap secara manual tampak artistik matrik dengan teknik stensil yang memberi pigmen cat akrilik pada bidang berlubang. Komposisi warna hijau yang dominan dengan warna kuning dan hitam membawa pada suasana lingkungan yang masih terjaga (Hijau Bumiku, 2023).

Sebaliknya komposisi warna merah menyala yang dominan dengan warna hitam dan titik-titik putih berbentuk geometris menimbulkan suasana mencekam (Burning In LA, 2025).

Bagi Soedarto, menghadapi tantangan kanvas dan berbagai macam warna di atas pallet, ini menjadi tantangan tersendiri. “Bergumul untuk melahirkan karya tak cukup dengan skill teknik semata, namun didasari formula ide dan konsep yang matang,” katanya.

Adapun Tulus Warsito sudah sejak akhir dekade 1970-an telah tertarik bermain dengan pencitraan (image) dan kemampuan inderawi (sensory) manusia dalam memahami dan menikmati karya lukis. Karya lukis Tulus punya karakter khas berupa corak abstrak ilusi optik yang mengeksplorasi objek dengan kemampuan sensor mata terhadap citraan objek yang menampilkan garis maupun titik berupa plototan cat langsung dari tube. Eksplorasi itu diikuti citraan serupa yang mirip bayangan sebagai titik pesona karya lukisnya. “Padahal secara logis itu bukan sebagai bayangan,” kata Tulus.

Dalam konteks abstrak, objek berbayang itu tidak mempresentasikan benda lain, melainkan tampil sebagai plototan cat. “Sehingga dalam pengertian ini lukisan abstrak saya juga disebut sebagai lukisan kongkrit, karena objek utamanya secara kongkrit muncul sebagai dirinya sendiri,” ujarnya.

Tulus berangkat dari keinginannya menciptakan lukisan yang sesungguhnya adalah dua dimensional tapi nampak seolah tiga dimensional. Perupa yang menetap di Yogyakarya ini bermain dengan warna optik pada repetisi objek yang dikombinasikan secara kontras, antara sesuatu yang solid dengan sesuatu yang blurr, sehingga menampilkan citraan yang menimbulkan tanda tanya ihwal aspek dimensinya. Alih-alih menghasilkan citraan non representasional (abstrak), ilusi yang dibangun Tulus justru menghasilkan kesan citraan representasional berbau citraan tiga dimensi.

Pada karya lukis bertajuk A Stairway to Nowhere (2019) misalnya, Tulus memainkan ilusi optik lewat susunan garis dalam warna gelap menyusuri hamparan warna putih secara vertikal. Di bagian atasnya ada sejumlah goresan berukuran pendek dalam warna kuning dengan citraan bayangan di bawahnya.

Di bagian bawah bidang putih itu kesan tiga dimensional muncul berupa hamparan bidang garis bergelombang. Kesan tiga dimensional juga muncul di bagian atas struktur garis itu dengan memainkan warga gelap dan terang, mengesankan bidang yang tersobek.

Pergulatan Tulus dengan ilusi optiknya bahkan sampai pada citraan minimalis berupa sapuan bertekstur yang mengesankan citraan tiga dimensional seperti gelombang air laut dalam warna abu-abu yang dihiasi susunan torehan garis pendek dengan bayangan gelap di bawahnya (Tsunamia, 2025).

Menurut Tulus, secara keseluruhan tiap karyanya tak mewakili penciptaan apapun, kecuali menghadirkan dirinya sendiri. Garis sebagai garis, titik sebagai titik, warna merah, biru atau hitam menampakkan sebagai dirinya sendiri. “Tidak mewakili figur apapun, abstrak minimalis,” ujarnya.

Yang menarik, sebagai kreator seni rupa bercorak abstrak, Tulus Warsito menyadari respon publik terhadap karyanya bakal terganggu dengan corak ekspresi yang sepenuhnya non representasional. Maka dia menggabungkan citraan non representasional dengan representasional pada karya lukisnya (Di Balik Jendela, 2025). “Untuk meredam efek kejenuhan mata penonton ketika lukisan abstrak harus didisplay dalam jumlah banyak pada ruang yang sama tanpa sekat,” katanya.

Eksplorasi Tulus Warsito tak berhenti pada karya lukis. Pria yang pernah mengenyam pendidikan seni patung di STSRI ASRI ini juga mengeksplorasi materi tiga dimensi dengan melumat konsep dua dimensional seperti mengeksploitasi perspektif, merespon potongan metal dengan komposisi optik geometrik. “Saya yakin begitu banyak komposisi unik yang dapat digali dari sana,” ujarnya.

Tema pameran ini dimaksudkan sebagai bingkai umum karya abstrak AR Soedarto dan Tulus Warsito. “Walaupun secara harafiah bersifat diam–tidak bergerak, bukan kinetik– tapi menampilkan kesan gerak yang dinamis,” ujar Tulus Warsito.

Lukisan abstrak memungkinkan seniman mengekspresi diri secara bebas tanpa batasan representasi objek nyata, menciptakan karya yang unik dan personal. Relasi karya lukis abstrak dengan penonton terjalin ketika satu karya lukis abstrak punya karakter kuat dalam eksplorasi citraan visualnya.

Dengan karakter kuat, penonton tak cuma disuguhi tumpukan brush stroke atau torehan pallet di atas kanvas tapi berbagai corak eksplorasi teknik yang menghasilkan corak yang khas. Karya lukis AR Soedarto dan Tulus Warsito membuat karya lukis abstrak menjadi lebih beragam dan tidak membosankan. Penonton pun punya pilihan lain untuk menikmati olah rasa dalam lukisan abstrak.■Raihul Fadjri

Komentar