Yogyakarta, dialoguejakarta.com – Lanskap alam tak cuma menggugah rasa artistik seniman jaman mooi indie, tapi juga mengusik rasa artistik perupa kontemporer. Hal ini tampak dalam pameran lukisan empat perupa bertajuk Interval Palimpsest di Artotel Artspace, Yogyakarta, 26 September – 30 November 2025.
Lanskap hutan muncul pada dua karya I Nyoman Adiana yang mengeksplorasi suasana gelap di bawah jejeran pepohonan dan semak belukar disertai aliran sungai (Suara Hening, 2025; Ketenangan, 2025). Karya bercorak impresionis ini menghasilkan kesan suasana sunyi, tapi juga mengembalikan ingatan orang tentang alam hijau yang masih terjaga.
Sebaliknya lanskap alam pegunungan pada tiga karya lukis Norma Fauza menghadirkan sosok figur dalam komposisi warna-warna cerah dengan sapuan kuas ekspresif. Ada citraan figur perempuan dalam pakaian pengantin dengan latar bentuk pegunungan seperti harapan kembali ke masa muda ketika menjalani kehidupan penuh pesta ria (When I was Younger at Carnival, 2024). Ada pula lukisan berupa citraan figur perempuan dalam warna hijau seperti sedang menanam pohon dengan latar belakang lanskap pegunungan (Tabur, 2025).
Adapun Ary Kurniawan menampilkan dua karya berupa lukisan bergaya naif dengan menggambarkan bentuk dengan garis-garis sederhana berupa bentuk mobil, hewan, bunga, teks tulisan berupa deretan huruf dan angka (Hari Haru Mu, 2024). Sementara Gunhadi menampilkan empat karya bercorak abstrak dalam komposisi warna-warna cerah.
Bagi kurator Nadiyah Tunnikmah, apa yang dilakukan para perupa ini dia lihat dari sudut pandang teknis yang dia sebut palimpsest. Palimpsest adalah naskah yang ditulis berulang kali di atas permukaan yang sama, teks lama dihapus namun meninggalkan jejak, menciptakan lapisan makna yang saling bertumpuk.
“Warna dalam karya-karya ini bukan sekadar elemen visual, melainkan medium untuk merekam waktu, emosi, dan transformasi, sebuah kronologi visual yang terakumulasi dalam lapisan cat yang saling berinteraksi,” ujar Nadiyah.
Adapun frasa “interval” pada judul pameran ini merujuk pada ruang di antara, jeda antara satu lapisan warna dengan lainnya, transisi antara bentuk dan abstraksi, serta dialog antara yang tersembunyi dan yang tampak.
Perupa mengeksplorasi interval sebagai ritme visual dan emosional, di mana warna menjadi protagonis yang bercerita tentang proses kreatif yang spontan dan intuitif. “Eksplorasi itu menciptakan palimpsest literal yang mempertanyakan makna dan representasi dalam konteks kontemporer,” kata Nadiyah ■Raihul Fadjri























Komentar