Yogyakarta, dialoguejakarta.com – Dua buku sastra, geguritan dan puisi karya Ika Zardi Zaliha akan diluncurkan pada acara Sastra Bulan Purnama edisi 168, Sabtu, 20 September 2025, pukul 15.30 di Museum Sandi, Yogyakarta.
Geguritan adalah puisi yang ditulis menggunakan bahasa Jawa. Adapun puisi ditulis menggunakan bahasa Indonesia. Buku geguritan itu berjudul “Kembang Srengenge” dan buku puisi berjudul “Nenek Penjual Geblek”. Keduanya karya Ika Zardi Saliha, seorang pengawas sekolah Madrasah di Kulonprogo, Yogyakarta.
Selain sebagai pengawas, Ika banyak menulis karya sastra, baik geguritan, puisi dan cerpen. Sejumlah karyanya sudah diterbitkan dalam bentuk buku, baik buku tunggal maupun antologi puisi bersama penyair Indonesia dan juga antologi cerpen bersama penulis cerpen perempuan di Indonesia.
Ika sering tampil membacakan puisi karyanya bersama komunitas sastra yang ada di Kulonprogo, Bantul, Sleman dan Yogyakarta. Di Sastra Bulan Purnama, Ika beberapa kali ikut membaca puisi dan cerpen. Ia juga membaca karyanya di komunitas Selasa Sastra di Bantul.
Karya geguritan dan puisi yang akan diluncurkan, selain diolah menjadi lagu dan dimusikalisasikan, akan dibacakan oleh beberapa komunitas, tempat dimana Ika ikut aktif. Beberapa komunitas itu adalah Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta (SSJY), Lembaga Budaya Seni dan Olah Raga Aisyiyah (LSBO), Remaja Geblek Bersastra (Regas) Kulunprogo, Sanggar Seni Sastra Kulonprogo (Sangsisaku), Perempuan Berkebaya Kulonprogo, Dharma Wanita Persatuan Kementrian Agama Kulonprogo dan Sastraku (Sastra Kulonprogo).
“Saya memang memilih menulis sastra menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Karena kedua bahasa ini sangat dekat dengan hidup saya, sehingga saya tidak bisa meninggalkan kedua bahasa tersebut dalam menulis karya sastra, dalam hal ini geguritan dan cerkak (bahasa Jawa), puisi dan cerpen (bahasa Indonesia),” kata Ika Zardi Saliha.
Musikalisasi puisi akan menampilkan Ugeng Iway, Yupi, Ami Simatupang dan Amri Marfid. Yupi, pelantun lagu puisi dari Ngluwar, Magelang, sudah sering menggarap puisi menjadi lagu, dan tidak hanya ditampilkan di Sastra Bulan Purnama, melainkan ditampilkan di komunitas lain.
Sastra Bulan Purnama memang memberi ruang terhadap sastra Jawa untuk tampil, baik berupa geguritan dan cerkak. Beberapa edisi sebelumnya di tahun 2025, buku kumpulan cerkak dan geguritan telah diluncurkan pada acara Sastra Bulan Purnama oleh komunitas dari Semarang dan Sragen.
Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama (SBP), menjelaskan, sebagai ruang ekspresi SBP tidak hanya untuk sastra Indonesia, tapi juga sastra Jawa, dalam hal ini geguritan dan cerkak yang diberi kesempatan sama.
“Selain pertunjukkan, Sastra Bulan Purnama membuka ruang untuk diskusi buku, dan tidak selalu menyangkut buku kumpulan puisi dan cerpen, melainkan buku-buku lain dalam konteks kebudayaan, jurnalisme dan politik demokrasi dan keadilan. Sehingga dimensi kebudayaannya tidak dilepaskan,” kata Ons Untoro.■Raihul Fadjri























Komentar