Dipamerkan, Antologi Puisi Risalah Sunyi Karya 100 Penyair Indonesia

Sejarah & Budaya1028 Dilihat

Yogyakarya – dialoguejakarta.com – Sebanyak 14 penyair akan membaca dan melagukan puisi untuk merayakan peluncuran antologi puisi berjudul ‘Risalah Sunyi’ Sabtu, 26 Juli 2025, pukul 15.30 di Museum Sandi Jalan Faridan M Noto No.21, Kotabaru, Kota Yogyakarta.

Acara yang digelar Sastra Bulan Purnama edisi 166 itu akan meluncurkan antologi puisi berjudul ‘Risalah Sunyi’, yang ditulis 100 penyair dari berbagai kota di Indonesia.

Dari 100 penyair, beberapa yang hadir dan akan membacakan puisi, di antaranya: Heru Mugiarso (Semarang), Nia Samsihono, Husni Hamisi (Jakarta), Selsa, Nella Nur Murosokah (Temanggung), Heru Marwata, Asmariah, Afnan Malay, Mustowa W. Hasyim, Endah SR, Pril Huseno, Ika Zardi, Marwanto, Josep Yapi Taum (Yogyakarta).

Selain dibacakan, ada pula puisi yang dilagukan. Karya Nunung Rieta misalnya, dilagukan oleh Ido dan Rika. Puisi Umi Kulsum dibacakan Sri Surya Widati dengan iringan musik Olsy Vinoli Arnof. “Saya akan membaca duet bersama Nella Nur Murosokhan, penyair dari Temanggung”, kata Joshua Igho, penyair yang sering menggubah puisi menjadi lagu.

Puisi ini menghimpun bulan kelahiran masing-masing penyair dari bulan Januari sampai Desember. Masing-masing penyair dimuat dua atau tiga puisi karyanya.

Yuliani Kumudaswari, biasanya setiap bulan di hari ulang tahunnya menerbitkan buku puisi untuk memaknai hari lahirnya. Kali ini, ia mengajak penyair dari berbagai kota di Indonesia, untuk menulis puisi merayakan ulang tahunnya sekaligus ulang tahun masing-masing penyair.

“Di hari ulang tahun, saya mengajak teman-teman penyair menulis puisi untuk memaknai hari ulang tahunnya sendiri, bukan hanya ulang tahun saya,” ujar Yuliani Kumudaswari.

Pada Juli 2025 ini berbarengan dengan terbitnya buku puisi ‘Risalah Sunyi’, ada enam penyair yang berulang tahun. Selain Yuliani Kumudaswari, Dedet Setiadi, Sulis Bambang, Yuli Purwati, Menur Ayati Adiwiyono dan Arnita. Usia penyair berbeda-beda. Ada yang berumur di atas 70 tahun, ada yang berusia di atas 60 tahun, dan ada yang dibawah 50 tahun, atau belum genap 40 tahun.

Para penyair datang dari kota berbeda, Jakarta, Bekasi, Bandung, Cilacap, Purbalingga, Purwokerta, Purworeja, Temanggung, Magelang, Yogya, Solo, Salatiga, Jombang, Sidoarjo, Madiun, Mojokerto, Surabaya, Malang, Madura, Tulungagung, Bali, Lampung, Maumere, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan.

Dalam buku ini, ada dua judul puisi yang judulnya sama, yaitu ‘Risalah Sunyi’ karya Bayu Win dan Bambang Widiatmoko. Keduanya lahir di bulan berbeda, Bayu Win bulan Januari dan Bambang Widiatmoko, bulan Oktober. Dua judul puisi yang sama tersebut, karena bisa mewakili puisi lainnya, diambil sebagai judul buku puisi.

Menurut koordinator Sastra Bulan Purnama, Ons Untoro, melalui bulan kelahiran semua penyair hanya bisa mengenang ruang sunyi. Untuk mengenang pertemuan dengan dunia yang terang, seringkali penyair menandai dengan lilin. “Agar kita mengingat kembali ke ruang sunyi, lilin yang menyala itu kita tiup, agar cahanya mati, dan kita (seolah) kembali berada di ruang sunyi. Bukan dengan tangis seperti ketika lahir, melainkan dengan bernyanyi,” ujar Ons.

Maka, menangis dan bernyanyi merupakan kegembiraan dua masa berbeda: kelahiran dan kenangan. “Melalui buku puisi ‘Risalah Sunyi’ kita bersama mengenang ruang sunyi. Masa lalu yang tak bisa kita catat, namun dimasa kini, kita bisa mengubahnya menjadi puisi,” kata Ons Untoro.

Selain nama-nama yang disebut di atas beberapa penyair akan hadir dalam peluncuran bukus puisi ini, ialah: Ninuk Retno Raras, Savitri Danayanti, Menik Sithik, Dedet Setiadi, Sonia Prabowo. Ana Ratri, Latief Noor Rochman, Dalle Dalminto, Maria Widy, Margareth Widhy Pratiwi, Sasmitha Wulandari, Bartimeuz, Tosa Santosa , Helga Inneke Worotitjan, Herry Mardianto, Marjuddin, CS. Purwanti, Simon HT, Adri  Darmadji Woko, Ngatinah, Fatma Dewi, Seruni , Sulis Bambang, Sutirman Eka Ardhana. ■ Raihul Fadjri

Komentar