Yogyakarta.dialaoguejakarta.com – Setiap tamu yang masuk ke lobi hotel Artotel Suites Bianti, Yogyakarta, terdorong untuk menoleh ke jejeran karya lukis yang dipajang di sisi kanan hotel bintang lima itu. Pasalnya, sebanyak 10 lukisan karya Agustan dan Firma Summa dalam komposisi warna-warna primer menyala dipajang pada pameran bertajuk Emerging Echoes, 30 Mei – 30 Agustus 2025.
Karya kedua pelukis ini memang punya daya untuk menarik perhatian pengunjung hotel. Agustan (1986) dan Firma Summa (1993) mengeksplorasi corak pop art dengan karakter populer dan ikonik dalam warna cerah dan kontras memakai teknik dan gaya yang mirip dengan produk iklan. Gaya pop art juga mereka padukan dengan corak sureal dengan objek berkarakter yang tidak biasa sebagai metafora untuk mengungkap ide dan emosi berdasarkan pengalaman pribadi mereka dalam interaksi sosial.
Agustan, pelukis yang berasal dari Sulawesi Selatan, menjelajahi bidang kanvasnya dengan memadukan elemen tradisi dengan seni pop yang menghasilkan figur dengan kepala berbentuk persegi sebagaimana para kreator film kartun membuat corak figur.
Yang menarik, figur itu mengenakan sarung, sebagaimana biasa digunakan sebagai pakaian tradisional sehari-hari di tempat kelahirannya di Sulawesi Selatan. Boneka sarung Bugis memiliki kedekatan personal dengannya karena menjadi bagian dari masa kecil dan bekal spiritual ketika merantau ke Yogyakarta.
“Sarung sangat dekat dengan keseharian saya, dan busana sarung tidak mengenal umur dan gender. Saya pun mencoba mengeksplorasi sarung dengan proporsi saya sendiri dan akhirnya munculah karya–karya ini,” ujar Agustan.
Karakter itu menggambarkan aktivitas manusia dengan gestur yang santai. Sosok yang mengenakan sarung itu dalam posisi berdiri dengan menggendong dua figur anak di atas berbagai bentuk tanaman dalam warna merah, hijau, ungu, dan kuning dengan citraan hiperrealis. Hasilnya citraan bentuk yang mengesankan bentuk tiga dimensi (Super Mom, 2023).
Pada karya lain Agustan menampilkan sejumlah figur yang bertumpuk-tumpuk dalam warna gelap dengan bingkai berupa citraan bentuk flora dan fauna dalam warna cerah kuning dan hijau (Generasi Framing, 2025). “Bagi saya, kehidupan manusia itu seperti boneka yang tidak pernah merdeka. Sejak kecil kita dididik oleh sistem, dan saat dewasa menjadi budak korporat,” ujar Agustan.
Sama seperti Agustan, Firma Summa juga menghadirkan karakter-karakter unik pada karya lukisnya. Karakter ini juga memiliki kedekatan dengan kehidupan Firma Summa, karena karyanya terinspirasi dari kartun hingga hasil karya seni yang sering dilihat di televisi ataupun komik. Pria asal Gunung Kidul, Yogyakarta, ini menghadirkan bentuk figur yang masih mendekati bentuk asli figur manusia yang diperkaya dengan bentuk-bentuk imajinatif.
Pada salah satu karyanya Firma menampilkan sosok figur sedang dalam posisi berdiri, tangannya seperti memegang nampan. Sementara dari mulutnya keluar bentuk seperti lidah yang bercabang-cabang. Bentuk kepala bulat ditutupi topi yang di bagian atasnya mengeluarkan bentuk seperti kepulan asap (Sincere, 2023). “Karakter dalam lukisan saya merupakan refleksi dari apa yang saya lihat dan alami sejak kecil. Dari media hiburan hingga lingkungan sekitar,” kata Firma Summa.
Bahkan pada karya lain Firma membuat potret figur mengenakan baju lengan pendek yang di bagian atasnya menjulur keluar berbagai bentuk wajah kartun, dedaunan, hingga kepala kuda dengan latar belakang citraan kepulan asap hitam di belakangnya (Role-Play, 2024). “Karya ini menggambarkan sosok individu yang memainkan peran yang berbeda dalam kehidupan sosial,” ujar Firma Summa.
Melalui pameran ini, pengunjung diundang untuk menenggelamkan diri dalam imajinasi pikiran seniman yang disajikan dalam karya lukis. Agustan dan Firma Summa memberikan karakter dan sentuhan pribadi yang berbeda dengan gagasan keliaran bentuk imajinatif masing-masing berdasarkan pengalaman kehidupan sosial mereka.■ Raihul Fadjri





















Komentar