Eksplorasi Garis dan Bentuk Sederhana Karya Lukis Ekwan Marianto

Yogyakarta, dialoguejakarta.com – Corak lukisan naif (naive art) pernah menjadi salah satu gaya yang banyak dieksplorasi seniman modernis. Bahkan sejumlah seniman masih bersemangat menggunakannya hingga saat ini, salah satunya karya pelukis Ekwan Marianto (1977) yang memamerkan karya lukis di ruang lobi Artotel Artspace, Yogyakarta, 9 Mei – 10 Agustus 2025.

Sebanyak 15 karya lukis bercorak naive art menjadi pilihan Ekwan Marianto dalam mengeksplorasi gagasan visualnya pada pameran bertajuk: Kegembiraan dan Ketulusan. Ekwan mengeksplorasi narasi tentang kehidupan sehari-hari lewat torehan garis yang menghasilkan bentuk sederhana berupa subject matter berbentuk manusia, hewan, rumah, mobil, dan benda-benda lain yang ada dalam kehidupan sehari hari. Dia memolesnya dengan sapuan kuas dalam komposisi warna cerah hingga warna monokrom.

Pada karya bertajuk Petani (2024) misalnya, Ekwan menampilkan obyek tunggal berupa figur yang mengenakan topi berwarna merah menyala yang dibentuk dari goresan garis sederhana. Figur ini tampak sedang dalam posisi berjalan dengan tubuh membungkuk sembari menenteng cangkul. Tubuh itu dipenuhi goresan kuas berbagai warna cerah dengan latar belakang berwarna kuning dan biru.

Ekwan tidak cuma bermain dengan beragam warna dalam karya lukisnya, berbekal pendidikan di sekolah seni rupa, Ekwan juga suntuk mengeksplorasi warna monokrom dengan memberi nilai lebih pada karya monokromnya. Selain tetap dengan sentuhan torehan garis dan bentuk sederhana dia tampak asyik memperkaya elemen rupa dengan susunan bentuk dekoratif.

Pelukis yang dikenal dengan ucapan “yang penting asyik-asyik aja” ini menjadikannya sebagai prinsip berkesenian yang tidak tergantung pada tekanan apapun. Dia seperti tidak punya beban dalam berekspresi, meski gaya lukisannya yang dikatagorikan bergaya naif atau juga dikenal dengan frasa art brut yang membebaskan diri dari kaidah akademis. Ekspresinya sederhana dengan bentuk-bentuk sederhana.

“Saya memilih gaya naif, karena saya senang. Dulu saya belajar di SMSR awalnya saya melukis realis. Setelah lulus saya gelisah karena pengin melukis yang senang tanpa beban. Dari situ saya mulai corat-coret belajar, dan saya merasakan melukis bercorak naif menyenangkan dan keterusan sampai sekarang,” ujar Ekwan.

Art brut (bahasa Prancis untuk seni mentah) adalah istilah yang diciptakan oleh seniman Prancis Jean Dubuffet (1901-1985) pada tahun 1945 untuk menggambarkan seni yang dibuat di luar tradisi seni rupa yang mapan. Istilah ini sering diterjemahkan sebagai “seni outsider”.

Karakteristik art brut dibuat di luar tradisi seni rupa yang biasanya diciptakan oleh seniman yang tidak memiliki pendidikan formal dalam seni, seperti orang dengan gangguan kejiwaan, orang yang terisolasi, atau orang yang bekerja di luar sistem seni rupa yang mapan. Dubuffet merasa bahwa kehidupan sederhana manusia sehari-hari mengandung lebih banyak seni dan puisi dari pada seni akademis.

Karya art brut memiliki kualitas naif dan spontan, sering kali tidak mengikuti aturan atau konvensi seni rupa yang telah ditetapkan. Selain itu, penggunaan bahan tidak konvensional. Seniman art brut sering menggunakan bahan yang tidak biasa atau tidak tradisional untuk membuat karya seni, seperti krayon, tanah, atau bahkan darah. Art brut dianggap sebagai bentuk ekspresi diri yang kuat dan otentik untuk mengungkap emosi dan pengalaman pribadi seniman.■Raihul Fadjri

Komentar